Saturday, August 31, 2013
Friday, August 30, 2013
Thursday, August 29, 2013
Wednesday, August 28, 2013
Teknologi: antara Kenyamanan dan Kemandirian
Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.
Slogan baru. Perkembangan teknologi diikuti dengan social media, membuat dunia seseorang meluas.
Tapi pernahkah terpikir, kemajuan teknologi itu bak buah simalakama? Disatu sisi, memudahkan kehidupan tapi disisi lain melemahkan kemampuan kita juga.
Sebagai contoh, banyak smartphone canggih, sudah dilengkapi dengan GPS. Tapi bagaimana ketika gadget canggih itu tidak didukung dengan operator yang mumpuni? Atau habis batere?
Ada gadget jaman purba yang bisa menjawab itu. Kompas. Dulu diajarkan di pramuka, bagaimana menggunakan kompas. Sekarang? Bisa jadi banyak anak yang bahkan tidak tahu bentuk dan fungsi dari kompas.
Pacific Rim, sebuah film yang tayang di bioskop-bioskop sekitar Juni 2013 lalu. Menceritakan bumi di tahun 2041, mengalami ancaman dari alien yang berasal dari portal dimensi di Samudera Pasifik. Jaeger, robot dengan teknologi canggih diciptakan untuk menyelematkan dunia dari kehancuran.
Yang menarik, di salah satu adegan, beberapa robot canggih berhasil dilumpuhkan oleh Kaiju. Merusak panel listrik robot. Gypsy danger robot analog menjadi jawaban kebuntuan atas serangan monster itu.
Masih dari dunia film, Transformer. era HP. Sinyal dikacaukan. Letnan Epps yang menggunakan teknologi lama, frekwensi radio untuk bisa berkomunikasi dengan dunia luar.
Di kesempatan lain, ada suatu acara yang saya ikuti. Menggunakan tayangan2 video. Saya percaya pasti panitia sudah mempersiapkannya dengan matang. tapi apa dinyana, pada hari H ada kendala teknis yang membuat beberapa tayangan video tidak bisa diputar.
"Sekali0kali janganlah kita terlalu high-tech, tidak mengapa dengan sesuatu yang low-tech.
Teknologi bisa mendekatkan yang jauh, ironisnya banyak kita jumpai keluarga2 yang keluar bersama saat makan semua sibuk dengan gadgetnya.
Dunia hari ini membuat orang merasa harus selalu update dengan informasi yang ada. Internet menjadi sangat penting. Gadget canggih, begitu susah sinyal membuat tidak bisa terkoneksi dengan internet bisa membuat seseirang menjadi gelisah.
97 Jamiroquai: Virtual Insanity
Future made of virtual insanity..
Jadi, bagaimana dengan Anda?
Teknologi canggih atau manual?
Technology
Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.
Slogan baru. Perkembangan teknologi diikuti dengan social media, membuat dunia seseorang meluas.
Tapi pernahkah terpikir, kemajuan teknologi itu bak buah simalakama? Disatu sisi, memudahkan
Tuesday, August 27, 2013
Monday, August 26, 2013
Saturday, August 24, 2013
The Wave
Lamat-lamat gemuruh itu memanggilku dari kejauhan.
Aku menelengkan kepalaku ke sumber suara. Menunggu…
Gemuruh itu kembali terdengar, meledakkan adrenalin
ke setiap sel dalam tubuhku. Sontak aku bangkit dan berlari menyongsong
panggilannya. Seiring langkahku, suara itu kian kuat.
Langkahku terhenti di tepi pantai. Kupejamkan mata.
Suara itu kini terdengar mantap, menyanyikan simfoni selamat datang bagiku.
Angin membelai lembut wajahku. Aku menarik nafas dalam-dalam, mengisi paru-paruku
dengan udara pantai. Membuka mata, kulihat riak ombak, seolah melambaikan
tangan memanggilku mendekat.
Hamparan pasir nan lembut menyambut kedatanganku.
Aku pun menghentikan langkahku. Di bawah kakiku dapat kurasakan tarikan air
menuju laut, aku bergeming. Kakiku kupancangkan kuat-kuat di pasir dan kutumpukan
seluruh bobot tubuhku pada kakiku. Tak lama, air itu membentuk
gulungan-gulungan dan mulai bergerak mendekat, diiringi gemuruh yang sudah akrab
di telingaku.
Dalam hati aku mulai menghitung mundur.
3, 2, 1, ...
Ombak itu menerjang tubuhku, menyapuku ke arah
pantai.
Ah, sungguh sensasi yang sangat menyenangkan!
Secepat datangnya, laut menghirup air itu kembali. Aku
pun menunggu ombak berikutnya. Gulungan air mulai terbentuk dan aku
menantikannya disini. Laut mulai bergemuruh. Suara favoritku, memberi aba-aba
untuk bersiap. Aku memperkokoh kuda-kudaku. Laut pun menghempaskan gulungan
itu, mengayunkanku kembali ke pantai.
Pecahan ombak menyisakan buih-buih putih di
permukaan air. Aku berlari-lari kesana kemari, mengejar dan meletuskan
buih-buih itu dengan hidungku. Sekedar mengisi waktu, menunggu gulungan ombak
berikutnya.
***
"Eh...
lihat, lucu banget itu!"
"Wah
iya.. kok dia enggak takut ya?"
“Biasanya
kalau ada ombak kayak gitu, anjing pasti sudah kabur. Yang ini lain, malah nungguin
dan main-main dengan ombak.."
***
Kenapa harus takut? Belum tahu mereka, ombak disini
kan temanku juga.. aku berkata dalam hati.
“Blacki, kamu
ngapain disitu? Ayo main sama kita…” salah satu temanku berseru dari bibir
pantai.
“Tunggu ya..
aku mau tunjukin dulu cara main di pantai yang seru ke mereka berdua…”
Aku menatap dua orang itu, kemudian mengalihkan
pandangan ke arah laut. Gulungan ombak baru sudah terbentuk. Aku bersiap
menyambutnya dengan gembira. Ombak itu datang dan mengantarkanku hingga ke tepi
pantai. Seru sekali!
Nah, seperti itu caranya main di pantai…
Teman-temanku mulai memanggil-manggilku, tak sabar.
Aku pun menatap kedua orang itu, memberikan senyum terbaikku pada mereka
sebelum akhirnya bergabung dengan teman-temanku. Ombak, temani mereka bermain
di pantai ya…
Pantai Tamban Indah, Malang Selatan
Sabtu, 25 Agustus 2013 14.00 WIB
Sabtu, 25 Agustus 2013 14.00 WIB
Friday, August 23, 2013
Thursday, August 22, 2013
Wednesday, August 21, 2013
Tuesday, August 20, 2013
Monday, August 19, 2013
Sunday, August 18, 2013
Saturday, August 17, 2013
Friday, August 16, 2013
Thursday, August 15, 2013
Lost In Translation
http://doraemon.mangawiki.org/translation-konjac/
|
Penggemar manga dan anime pasti tahu aneka peralatan Doraemon yang unik-unik itu. Buatku yang paling menarik itu “jelly penerjemah” (translation konyaku). Bisa membantu seseorang untuk mengerti dan berbicara semua bahasa yang ada di dunia, bahkan semesta!
The
World Book Encyclopedia menyatakan, ”Seandainya semua orang menggunakan satu
bahasa,
…
persahabatan antarnegara akan meningkat.”
Bahasa bisa menjadi jembatan; menghubungkan perbedaan yang
ada, memungkinkan
perluasan komunikasi dan pertukaran informasi yang bermanfaat. Namun di sisi lain bahasa
juga bisa menjadi dinding komunikasi; membatasi, memisahkan. Tak jarang kendala
bahasa menimbulkan kesalahpahaman dan mendatangkan masalah. Apalagi dengan oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi…
***
Surabaya, 14 Agustus 2013 10.00 PM
Di bemo1, ada suara orang bercakap-cakap dengan
bahasa yang tidak familiar di telinga. Ternyata dua orang asing duduk di bagian
paling belakang, saling berhadapan.
Salah satu dari mereka menoleh ke penumpang yang
disampingnya, sepertinya anak kuliahan yang sedari tadi memperhatikan. Mungkin
penasaran, tidak biasa melihat orang asing naik angkutan umum.
“Do you speak English?” orang asing
bertanya.
“Yes, I can. Where were you from?”
“We’re from France.”
Anak itu kemudian menyebutkan nama-nama pemain tim nasional sepakbola Perancis. Mencoba
mencairkan suasana.
“How much do I have to pay?”
Agak gelagapan, anak
kuliahan itu
bertanya ke teman di depannya.
“Ehm,
gimana ngasi tahunya ya?”
Temannya hanya
mengangkat bahu.
“Dia
tanya, berapa bayarnya tuh, four thousand..” aku menyeletuk.
“Ooh iya.. four thousand,”
sambil memberi isyarat dengan tangan
kepada orang asing itu.
“For each person?”
“Yes.”
“Do I have to
exchange?
“Yes.”
“How much do I have to pay to get to the bus station
then?”
“Eight thousand.”
Aku melihat bis kota berjalan pelan di belakang bemo. Kalau
pakai bis, tidak perlu menyambung lagi. Langsung menuju terminal Bungur Asih. Dari spion, supir bemo juga melihat bis kota mengekor di
belakangnya. Supir mempercepat laju bemo kemudian menghentikannya. Menoleh ke belakang, supir berkata, “Suruh naik bis kota ae.”
“Actually, you could use a
bus to Bungur Asih directly.”
“Where we can get the bus?”
“You see, that bus behind us? That’s a
direct bus to Bungur Asih.”
“When do we have to stop? Now?”
“Yes.”
Aku turun dari bemo,
karena akan melanjutkan perjalanan dengan arah yang sama. Aku membayar ongkos
bemo diikuti salah seorang asing itu, ia menyerahkan selembar uang lima ribu
rupiah.
Supir menatapnya kemudian menatapku. “Bilangin,
kalau untuk berdua masih kurang nih.”
“You have to pay
four thousand for each person,” aku berkata.
“It’s ok, I’ll pay
after him.” Teman si orang asing membalas.
Supir memberikan uang kembali, kemudian orang
asing lainnya membayar bagiannya.
“Thank you," kedua orang asing itu berkata sebelum kami menaiki
bis.
***
Saat berjalan kaki menuju
kost, aku teringat blog yang kubaca siang tadi:
Seorang blogger yang
bercerita tentang perjalanannya ke Thailand, dia agak kecewa karena disana
membudaya perilaku berusaha mendapat keuntungan
dari turis yang berkunjung. Pikirku, itu pasti tidak lepas dari
masalah kendala bahasa, yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak
bertanggung jawab.
Bangga jadi orang Indonesia, masih mau membantu orang asing. Benar-benar membantu, terlepas dari
kendala bahasa yang ada. Terbukti dengan kejadian tadi.
***
Desember 2006
Hari pertamaku bekerja
di kantor baru, Surabaya. Pegawai SDM mengantarkanku
ke divisi penempatanku. Para pegawai disana menyambut dengan hangat dan ramah.
Aku menyalami mereka satu per satu dan memperkenalkan diri.
“Selamat bergabung… Disini kita suka
guyon, jadi santai saja ya..” seorang
pegawai berkata.
Jam kerja dimulai, semua mulai sibuk dengan
aktivitasnya masing-masing. Di tengah aktivitas, sesekali para pegawai
mengobrol dan tertawa bersama. Sebenarnya aku ingin nimbrung dengan mereka.
Berhubung aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tidak mengerti bahasa
yang mereka gunakan, akhirnya aku diam saja.
Mereka menggunakan
bahasa Indonesia, tapi berbeda. Karena sudah bercampur dengan bahasa Jawa
Timur. Atau lebih tepatnya menggunakan bahasa Indonesia gaya Surabaya, alias
Suroboyoan..
“Iku arek anyar meneng ae rek..
Menengan ta arek e?”
(“Itu
anak baru kok diam saja.. Apa dia orang yang pendiam?”)
Aku baru tahu artinya
beberapa bulan kemudian…
Di suatu kesempatan,
aku diminta menghadiri suatu rapat. Lagi-lagi, menggunakan bahasa yang tidak
kumengerti. Lost in translation…
“Masih mending kalau pakai bahasa
Inggris. Gue jabanin dah… “ aku berkata dalam hati.
Suatu hari, ada
seorang rekan kerja bertanya padaku. Aku menjelaskan.
Kali lain, saat sedang bekerja, kudengar para pegawai mengobrol. Aku tidak bisa menangkap pembicaraan mereka. Tak lama tawa mereka pecah. Aku harus menahan diri untuk tidak bangkit dari kursiku, membentangkan tangan lebar-lebar dan menarik suara: “Indonesia tanah air beta…”
“Wah.. Mbulet ae…”
(Berbelit-belit; tidak berujung
pangkal)
“Lho, tapi memang seperti itu
tahapannya, Pak…”
“Mbulet…”
“Dibuat aja jadi lonjong atau
persegi, Pak…”
Kali lain, saat sedang bekerja, kudengar para pegawai mengobrol. Aku tidak bisa menangkap pembicaraan mereka. Tak lama tawa mereka pecah. Aku harus menahan diri untuk tidak bangkit dari kursiku, membentangkan tangan lebar-lebar dan menarik suara: “Indonesia tanah air beta…”
Sekadar membuat
mereka sadar, ada rekan yang tidak (belum) memahami bahasa yang mereka gunakan.
Speak Indonesian please…
***
Maret 2007
Kami sedang mempersiapkan
lomba vokal grup. Aku mencari kostum,
bersama tiga orang rekan lainnya. Perjalanan diwarnai dengan obrolan dan canda
tawa. Aku tidak tahu apa yang lucu. Hanya saja, saat mereka tertawa, aku ikut
tertawa juga.
“Anggia iku eruh ta?”
(Anggia itu tahu kah?)
“Gi, kamu ngerti ga yang kita omongin barusan?” salah satu rekan,
yang juga berasal dari Jakarta bertanya padaku.
“Yah.. pakai penafsiran aja toh. Lagian rasanya aneh, kalian semua
ketawa aku ga ikut ketawa…”
Gelak tawa pun pecah
didalam mobil, kali ini aku pun ikut tertawa.
***
Ketika aku pulang ke
Jakarta, aku menceritakan soal ini kepada sahabatku.
“Masak sih, Gi? Yang bener? Kok bisa lain gitu?”
“Iya,
Mar. Bahasanya tuh beda. Sampai-sampai gue berasa tinggal di suatu tempat yang bukan Indonesia…”
Beberapa bulan
kemudian, sahabatku datang berkunjung ke Surabaya. Kami berjalan-jalan di Plaza
Tunjungan. Sesekali berpapasan dengan pengunjung lain yang asyik mengobrol
sambil jalan. Sahabatku menunjukkan ekspresi bingung.
“Gi,
ternyata bener juga loe ya?”
“Apa,
Mar?”
“Bahasa
dan logat disini beda banget. Gue ga ngerti mereka ngomong apa…”
“Lost
in translation?”
“Iya…
banget…”
"Kita
pinjem jelly penerjemah Doraemon yuk..” selorohku sambil menyengir lebar.
Catatan:
1 bemo = angkutan umum di kota
Surabaya, menggunakan mobil carry.
Final
editing: Surabaya, 16 Agustus 2013 23.30 PM
Subscribe to:
Posts (Atom)