Akhir Mei 2013
“Ce, info-info kalau ada event
jazz lagi ya..”
“Bulan depan ada tuh.. Jazz
Gunung.”
“Gimana tuh maksudnya? Nge-jazz
di gunung?” tanyaku, sedikit bingung.
“Iya.. dekat gunung Bromo.. tahun lalu aku nonton. Buagus lho.. Tapi, siap-siap dengan hawanya lho ya.. Duingin poll.. Sampai-sampai ada lho pemain trumpet yang panasin alatnya diatas api..”
“Sensasinya pasti beda ya, Ce..”
“Makanya.. nonton deh..”
***
21 Juni 2013
Setelah mengecek ulang “perlengkapan tempur” (baca:
topi, sarung tangan, kaus kaki ekstra, syal leher) aku pun berangkat menuju
Bromo. Hari ini adalah hari pertama penyelenggaraan
event Jazz Gunung ke-5. Memasuki Kecamatan Sukapura Probolinggo, aku disambut dengan kehadiran umbul-umbul yang berbaris di kiri kanan jalan layaknya pagar ayu-pagar bagus. Yang membuat rasa penasaranku kian membuncah..
“Cool Jazz, Fresh Air”;
“Segarnya Jazz, Merdunya Gunung”;
“Nonton Jazz Etnik di Gunung”;
“Jazz Lebih Asyik di Gunung”
Sekelebatan mataku menangkap tulisan-tulisan itu secara bergantian; mengantarkanku sampai di Java Banana Bromo..
|
Welcome to Java Banana Bromo, Welcome to Jazz Gunung 2013! |
JAZZ GUNUNG ini digagas oleh tiga orang yang
sangat peduli terhadap dunia seni, yaitu Sigit Pramono, seorang bankir dan
fotografer yang mencintai Bromo dan musik jazz; Butet Kartaredjasa, seorang
seniman yang serbabisa; dan Djaduk Ferianto, seniman musik yang kerap diundang
pentas di mancanegara membawakan world music dengan ciri Indonesia yang kental.
– Official Website Jazz Gunung http://www.jazzgunung.com/about/
Tahun ini, Jazz Gunung sekaligus menjadi pembuka event tahunan Pesta Raya Bromo. Jelang
pukul empat sore, iring-iringan kesenian tradisional Jathilan menuju pelataran parkir; mengawali Jazz Gunung hari
pertama. Di daerah lain, seni pertunjukan Jathilan dikenal juga dengan nama Jaran Kepang, Jaran Dor, atau Kuda Lumping. Tampak salah satu penggagas Jazz Gunung, Djaduk Ferianto ikut
berkolaborasi dengan memainkan gendang.
|
Djaduk Ferianto (paling kanan) berkolaborasi bersama Jathilan |
Usai penampilan kesenian
Jathilan, para penonton pun berpindah ke Panggung Terbuka Java Banana. Rasa penasaran berubah menjadi kagum begitu aku memasuki area Panggung Terbuka. Dari pintu masuk, sebuah patung berwujud laki-laki bertelanjang kaki sedang meniup saksofon menyambutku. Berbelok ke kanan, aku melihat struktur Panggung Terbuka yang menyerupai
amphitheatre. Panggung penampil beralaskan hamparan rumput hijau dengan latar belakang panggung yang dihiasi rangkaian bambu. Unik dan indah sekali..
Opening Act Jazz Gunung 2013 menghadirkan sebuah grup jazz yang terdiri dari beberapa anak muda asal Jawa
Timur yang membawakan beberapa lagu jazz klasik dan juga membawakan lagu
yang mereka tulis sendiri dengan dukungan alat musik-alat musik modern. Dilanjutkan dengan penampilan sebuah grup musik etnik yang menghadirkan suasana berbeda melalui jazz etnik yang mereka suguhkan ditengah Panggung Terbuka Java Banana yang mulai dihiasi kabut tipis..
|
Opening Act Jazz Gunung 2013 |
Semilir angin dingin berhembus seiring komposisi nada-nada indah yang berkejaran. Aku pun memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam; menikmati hawa dingin pegunungan mengisi paru-paruku. Ah, segarnya jazz, merdunya gunung..
***
Kabut kian menebal, saat Sierra Soetedjo sedang
bersiap tampil. Baru saja Sierra melantunkan beberapa kata, titik-titik hujan
mulai turun. Sierra tetap melanjutkan menyanyi sampai seorang crew
membawakannya payung. Gerimis menderas dengan cepat. Beberapa orang crew dengan sigap menutup sound
dan alat-alat musik dengan terpal. Para penonton pun
segera berteduh di tenda-tenda stand makanan dan merchandise terdekat.
Hujan membuat hawa dingin mulai terasa menggigit.
Beruntung aku berteduh di tenda stand makanan. Aku pun menghangatkan diri
dengan sate jamur yang disajikan oleh UKM lokal. Menarik sekali mengetahui panitia ternyata juga menggandeng UKM lokal untuk mendukung acara Jazz Gunung ini. Sehingga event Jazz Gunung tidak semata-mata hanya memanjakan penikmat musik jazz dengan suguhan musik dan menghidupkan pariwisata Jawa Timur saja, tapi juga sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat lokal.
Tampak olehku ada beberapa
turis asing di tengah-tengah penonton lainnya yang sedang berteduh.
“Wah, keren juga ya.. turis asing jauh-jauh datang ke Jazz
Gunung.. Padahal penampil hari ini musisi Indonesia semua..” ujarku dalam hati.
Satu jam berlalu, hujan pun mereda. Matahari sudah kembali ke peraduannya. Malam telah tiba. Aku pun kembali ke kursi penonton. Beberapa penonton kulihat sedang menghangatkan diri di depan tungku api yang disiapkan oleh panitia. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling area Panggung Terbuka Java Banana yang kini menampakkan pesonanya yang berbeda dengan sore tadi. Kombinasi pencahayaan panggung yang ditata sedemikian rupa ditingkahi kilauan lidah-lidah api, menghadirkan visual panggung yang memikat..
Pandanganku bertemu dengan
seorang pria yang berjalan dengan bantuan tongkat berkaki tiga. Ia tersenyum ramah padaku. Topi kerpus yang dikenakannya tidak dapat menyembunyikan sorot mata jenaka yang hangat. Wajah yang familiar.. tapi aku tidak ingat dimana pernah melihatnya sebelum ini..
“Hebat, walaupun sudah pakai tongkat masih semangat nonton
Jazz Gunung..” itulah yang terlintas di benakku.
Tak lama kemudian, alunan musik mulai membelah malam. Sierra melantunkan nomor-nomor manis yang akrab di telinga penggemar jazz, diantaranya
"Moody's Mood for Love". Dalam penampilannya, alumni olah vokal dari
Western Australia Academy of Performing Arts (WAAPA) ini sesekali memamerkan
scat-singing yang mumpuni.
In vocal jazz, scat singing is vocal
improvisation with wordless vocables, nonsense syllables or without words at
all. Scat singing is a difficult technique that requires singers with the
ability to sing improvised melodies and rhythms using the voice as an
instrument rather than a speaking medium. – Wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Scat_singing
Suasana menjadi riang ketika Sierra berinteraksi dengan penonton melalui tutorial
scat-singing. Dari yang awalnya mudah dinyanyikan ulang oleh penonton sampai akhirnya penonton harus "jatuh-bangun" mengulangi contoh dari Sierra dan terpaksa "menyerah"..
|
Sierra Soetedjo |
“Malam ini, saya mengundang seorang yang special.
Sosok yang juga merupakan guru saya. Saya undang.. Oom Idang Rasjidi!”
Dari arah bangku penonton, berdirilah Idang
Rasjidi. Dibantu tongkat berjalannya, perlahan ia menuju panggung dan duduk di belakang
keyboard. Sosok yang tadi tersenyum ramah padaku! Salut sekali dengan Oom
Idang, yang meskipun kini penampilannya telah banyak berubah karena sakit, tapi tetap
semangat berkarya.. Begitu duduk di belakang keyboard, nada-nada indah dalam komposisi yang rumit pun meluncur cepat dari jemarinya.. Hebat!
Sierra dan Idang Rasjidi menyajikan duet yang sungguh memukau.
Terutama saat keduanya “duel” scat-singing. Keduanya terlihat seolah sedang bercakap-cakap dengan saling bertukar scat-singing. Seru sekali!
|
Sierra Soetedjo & Idang Rasjidi duel "scat-singing" |
“Sungguh malam ini sangat indah dan spesial buat saya. Apalagi karena malam ini Papa saya juga berulangtahun."
And have I told you
lately that I love you..
Have I told you there's no one else above you..
You fill my heart with gladness..
take away my sadness..
ease my troubles that's what you do..
Lagu
“Have I Told
You Lately" dipersembahkan secara khusus oleh Sierra sebagai
kado untuk Ayahanda tercinta
. Membuat suasana menjadi hangat dan romantis..
***
Hal yang juga menarik dari Jazz Gunung, adalah kehadiran Trio
MC Butet Kartaredjasa-Alit-Gundhi. Mereka sukses menghidupkan acara dengan
guyonan segar dan kuis-kuis yang membuat Jamaah 'Al Jazziyah' (demikian sebutan
mereka untuk penonton Jazz Gunung) tetap bersemangat sementara menunggu
transisi penampil.
|
Trio MC super ngocol, ever! Gundhi - Butet - Alit |
|
Pada kesempatan malam itu, Sigit Pramono memberikan
sambutannya. Ia memaparkan panggung Jazz Gunung merupakan sinergi antara
instalasi karya seni dengan keindahan alam. Saat memasuki Panggung Terbuka Java Banana, penonton disambut dengan "Patung Orang Jawa Main Jazz" karya pematung Dolorosa Sinaga. Patung dengan wujud seorang laki-laki mengenakan
ikat kepala khas suku Tengger yang sedang meniup saksofon; icon Jazz Gunung. Lokasi Panggung Terbuka Java Banana dikelilingi tiga
gunung dan dirangkai dengan instalasi seni karya Yani Maryani Sastranegara dan Novi
selaku arsitek panggung.
|
Sigit Pramono - Butet - Alit- Gundhi |
Pernah ada wacana untuk menambahkan atap di lokasi
panggung, sebagai antisipasi hujan. Namun akhirnya diputuskan untuk tetap
dipertahankan alami, yang justru kemudian menjadi pembeda Jazz Gunung dengan festival jazz
lainnya yakni kesinergiannya dengan alam. Menutup sambutannya Sigit mengatakan bahwa seperti musik jazz yang kaya dengan improvisasi, maka hujan malam ini merupakan elemen improvisasi jazz oleh alam.
***
Terlihat Balawan mengalami kendala
teknis saat mempersiapkan penampilannya. Trio MC pun sempat menggoda Balawan
karena persiapannya yang memakan waktu. Spontan Balawan pun mengajak penonton
bernyanyi a cappella sementara menunggu teknisi melakukan pemeriksaan. Setelah beberapa saat, kendala teknis berhasil diatasi. Balawan pun siap tampil bersama Batuan Ethnic Fusion.
“Kalau di event musik lain, penonton dilarang ini itu. Jika penampilan
saya baik, upload ke youtube dan beri jempol yang banyak. Kalau jelek jangan
diupload yaa..” seloroh Balawan yang kemudian menyihir penonton dengan
permainan gitarnya.
|
Balawan & Batuan Ethnic Fusion |
Beberapa lagu instrumentalia
disajikan Balawan sebelum ia mengundang bintang tamu spesial untuk bergabung ke
panggung. Ni Gusti Ayu Kamaratih, istrinya. Nuansa musik etnik Bali yang kental mewarnai duet
mereka.
|
Ni Gusti Ayu Kamaratih - Balawan |
Tak cukup sampai disitu, ternyata Balawan masih menyimpan kejutan lain untuk penonton.
“Berikutnya saya memanggil teman saya yang berasal dari Amerika.. Steve Hogan..”
Sebagai penonton aku sempat
terkecoh melihat Steve yang muncul dengan menggenggam
mike. Kukira dia akan
menyanyi. Sampai akhirnya Steve memposisikan
mike sedemikian rupa dan mulai
bersuara. Steve adalah seorang
beatboxing!
Beatboxing (also beatbox, beat box or b-box)
is a form of vocal percussion primarily involving the art of producing drum
beats, rhythm, and musical sounds using one's mouth, lips, tongue, and voice.
It may also involve singing, vocal imitation of turntablism, and the simulation
of horns, strings, and other musical instruments. – Wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Beatboxing
Balawan "menantang" Steve dengan petikan nada-nada gitar yang rumit. Membuat penonton penasaran apakah Steve dapat menjawab tantangan Balawan. Steve berhasil mengatasi tantangan Balawan dengan baik hanya dengan berbekal musik mulut saja. Sangat menarik sekali menonton duel “
magic
fingers” vs musik mulut! Penampilan yang sungguh-sungguh unik!
“Saya tidak pakai gitar leher ganda lagi. Karena kata teman saya, yang seperti
itu namanya akrobatik.. Saya ingin diakui sebagai gitaris..”
Demikian Balawan berkata,
sebelum memainkan lagu yang
sekaligus menutup penampilannya malam itu, yang sontak mengundang gelak tawa penonton..
***
Menunggu persiapan penampil berikutnya,
Trio MC mengadakan kuis-kuis. Seorang anak berani
tampil ke panggung dan bisa menjawab kuis dengan benar. Dari
interview Trio MC, Dennis datang bersama keluarganya dari Ciledug, Jakarta dalam rangka libur sekolah. Tahun 2013 ini ia akan
duduk di bangku kelas 6 SD. Selain menghadiahkan tiket Jazz Gunung 2014, Trio MC pun menobatkan Dennis sebagai penonton Jazz Gunung termuda sepanjang penyelenggaraannya yang sudah memasuki tahun kelima.
|
Gundhi - Dennis - Alit |
Malam semakin larut, namun suasana
terasa kian hangat dengan lagu-lagu bertema nasionalisme yang dibawakan oleh
Bandanaira Duo. Adalah Lea Simanjuntak (vokal) dan Irsa Destiwi (keyboard), duo
yang mengusung lagu-lagu nasionalisme dan tradisional Indonesia dalam balutan
aransemen jazz.
|
Bandanaira Duo: Lea Simanjuntak - Irsa Destiwi |
Penampilan Bandanaira Duo dibuka dengan lagu "Tanah Air" (karya Ibu Soed). Bandanaira pun mengajak penonton berkeliling Indonesia melalui lagu "Burung Tantina" (lagu tradisional Maluku), "Lir Ilir" (lagu tradisional Jawa Tengah), dan "Cik Cik Periuk" (lagu tradisional Kalimantan Barat).
Tuhan masih sayang..
Tuhan masih jaga..
Dari Sabang sampai Merauke..
Aku Indonesia..
“Aku Indonesia” - Bandanaira Duo
Demikian bagian lagu berjudul “Aku Indonesia” karya
Bandanaira Duo yang perdana dibawakan di Jazz Gunung 2013. Sungguh menggugah
semangat nasionalis sekaligus memberikan optimisme bagi para penonton..
***
Yovie Widianto Fusion menjadi
penampil puncak hari pertama Jazz Gunung 2013. Yang cukup mengejutkan, Yovie
tidak membawa seorang vokalis pun! Menurutku ini tentu suatu langkah berani,
mengingat lagu-lagu karya Yovie sudah dikenal penikmat musik Indonesia dengan
liriknya yang puitis..
“Lagu berikut, saya tulis untuk seorang legenda musik Indonesia. Saya
minta penonton bantu saya untuk lagu ini..” Yovie berkata setelah
menyajikan beberapa lagu instrumentalia.
Baru melantunkan beberapa nada, suara riuh tepuk
tangan penonton membahana dan para penonton mulai menyanyi:
Walau keujung dunia.. pasti akan kunanti..
Meski ke tujuh samudra.. pasti ku kan menunggu..
Karena ku yakin, kau hanya untukku..
"Untukku" - Chrisye
***
Jazz Gunung 2013 memberikan pengalaman yang berbeda buatku. Sajian jazz yang segar di tengah merdunya gunung..
That's why, mark your calendar 20-21 Juni 2014.. Yuk, naik-naik ke Puncak Jazz!
|
Ikon Jazz Gunung: "Patung Orang Jawa Main Jazz" karya Dolorosa Sinaga |