Monday, July 1, 2024

Back To Writing


You matter, your voice matter; Your story matter.
It's been a while, I'm back!

“Setiap warga dunia punya kisah yang unik, bila kita diberi kesempatan untuk mendengar. Hargai & belajarlah dari kisah mereka.” – Tracy Trinita (25 Juli 2013, via UberSocial)

Mari, tulis dan sebarkan kisah kita. 


Let's start the writing adventure again!


Friday, April 11, 2014

Segarnya Jazz, Merdunya Gunung.. Yuk, Naik-Naik ke Puncak Jazz!


Akhir Mei 2013

“Ce, info-info kalau ada event jazz lagi ya..”
“Bulan depan ada tuh.. Jazz Gunung.”
“Gimana tuh maksudnya? Nge-jazz di gunung?” tanyaku, sedikit bingung.
“Iya.. dekat gunung Bromo.. tahun lalu aku nonton. Buagus lho.. Tapi, siap-siap dengan hawanya lho ya.. Duingin poll.. Sampai-sampai ada lho pemain trumpet yang panasin alatnya diatas api..”
“Sensasinya pasti beda ya, Ce..”
“Makanya.. nonton deh..”

***

21 Juni 2013

Setelah mengecek ulang “perlengkapan tempur” (baca: topi, sarung tangan, kaus kaki ekstra, syal leher) aku pun berangkat menuju Bromo. Hari ini adalah hari pertama penyelenggaraan event Jazz Gunung ke-5. Memasuki Kecamatan Sukapura Probolinggo, aku disambut dengan kehadiran umbul-umbul yang berbaris di kiri kanan jalan layaknya pagar ayu-pagar bagus. Yang membuat rasa penasaranku kian membuncah..   

“Cool Jazz, Fresh Air”;
“Segarnya Jazz, Merdunya Gunung”;
“Nonton Jazz Etnik di Gunung”;
“Jazz Lebih Asyik di Gunung”

Sekelebatan mataku menangkap tulisan-tulisan itu secara bergantian; mengantarkanku sampai di Java Banana Bromo..

Welcome to Java Banana Bromo, Welcome to Jazz Gunung 2013!

JAZZ GUNUNG ini digagas oleh tiga orang yang sangat peduli terhadap dunia seni, yaitu Sigit Pramono, seorang bankir dan fotografer yang mencintai Bromo dan musik jazz; Butet Kartaredjasa, seorang seniman yang serbabisa; dan Djaduk Ferianto, seniman musik yang kerap diundang pentas di mancanegara membawakan world music dengan ciri Indonesia yang kental. – Official Website Jazz Gunung  http://www.jazzgunung.com/about/

Tahun ini, Jazz Gunung sekaligus menjadi pembuka event tahunan Pesta Raya Bromo. Jelang pukul empat sore, iring-iringan kesenian tradisional Jathilan menuju pelataran parkir; mengawali Jazz Gunung hari pertama. Di daerah lain, seni pertunjukan Jathilan dikenal juga dengan nama Jaran Kepang, Jaran Dor, atau Kuda Lumping. Tampak salah satu penggagas Jazz Gunung, Djaduk Ferianto ikut berkolaborasi dengan memainkan gendang.

Djaduk Ferianto (paling kanan) berkolaborasi bersama Jathilan 

Usai penampilan kesenian Jathilan, para penonton pun berpindah ke Panggung Terbuka Java Banana. Rasa penasaran berubah menjadi kagum begitu aku memasuki area Panggung Terbuka. Dari pintu masuk, sebuah patung berwujud laki-laki bertelanjang kaki sedang meniup saksofon menyambutku. Berbelok ke kanan, aku melihat struktur Panggung Terbuka yang menyerupai amphitheatre. Panggung penampil beralaskan hamparan rumput hijau dengan latar belakang panggung yang dihiasi rangkaian bambu. Unik dan indah sekali..  

Opening Act Jazz Gunung 2013 menghadirkan sebuah grup jazz yang terdiri dari beberapa anak muda asal Jawa Timur yang membawakan beberapa lagu jazz klasik dan juga membawakan lagu yang mereka tulis sendiri dengan dukungan alat musik-alat musik modern. Dilanjutkan dengan penampilan sebuah grup musik etnik yang menghadirkan suasana berbeda melalui jazz etnik yang mereka suguhkan ditengah Panggung Terbuka Java Banana yang mulai dihiasi kabut tipis..


Opening Act Jazz Gunung 2013

Semilir angin dingin berhembus seiring komposisi nada-nada indah yang berkejaran. Aku pun memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam; menikmati hawa dingin pegunungan mengisi paru-paruku. Ah, segarnya jazz, merdunya gunung..

***
 
Kabut kian menebal, saat Sierra Soetedjo sedang bersiap tampil. Baru saja Sierra melantunkan beberapa kata, titik-titik hujan mulai turun. Sierra tetap melanjutkan menyanyi sampai seorang crew membawakannya payung. Gerimis menderas dengan cepat. Beberapa orang crew dengan sigap menutup sound dan alat-alat musik dengan terpal. Para penonton pun segera berteduh di tenda-tenda stand makanan dan merchandise terdekat.

Hujan membuat hawa dingin mulai terasa menggigit. Beruntung aku berteduh di tenda stand makanan. Aku pun menghangatkan diri dengan sate jamur yang disajikan oleh UKM lokal. Menarik sekali mengetahui panitia ternyata juga menggandeng UKM lokal untuk mendukung acara Jazz Gunung ini. Sehingga event Jazz Gunung tidak semata-mata hanya memanjakan penikmat musik jazz dengan suguhan musik dan menghidupkan pariwisata Jawa Timur saja, tapi juga sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat lokal.

Tampak olehku ada beberapa turis asing di tengah-tengah penonton lainnya yang sedang berteduh.
“Wah, keren juga ya.. turis asing jauh-jauh datang ke Jazz Gunung.. Padahal penampil hari ini musisi Indonesia semua..” ujarku dalam hati. 

Satu jam berlalu, hujan pun mereda. Matahari sudah kembali ke peraduannya. Malam telah tiba. Aku pun kembali ke kursi penonton. Beberapa penonton kulihat sedang menghangatkan diri di depan tungku api yang disiapkan oleh panitia. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling area Panggung Terbuka Java Banana yang kini menampakkan pesonanya yang berbeda dengan sore tadi. Kombinasi pencahayaan panggung yang ditata sedemikian rupa ditingkahi kilauan lidah-lidah api, menghadirkan visual panggung yang memikat..

Pandanganku bertemu dengan seorang pria yang berjalan dengan bantuan tongkat berkaki tiga. Ia tersenyum ramah padaku. Topi kerpus yang dikenakannya tidak dapat menyembunyikan sorot mata jenaka yang hangat. Wajah yang familiar.. tapi aku tidak ingat dimana pernah melihatnya sebelum ini..
“Hebat, walaupun sudah pakai tongkat masih semangat nonton Jazz Gunung..” itulah yang terlintas di benakku.

Tak lama kemudian, alunan musik mulai membelah malam. Sierra melantunkan nomor-nomor manis yang akrab di telinga penggemar jazz, diantaranya "Moody's Mood for Love". Dalam penampilannya, alumni olah vokal dari Western Australia Academy of Performing Arts (WAAPA) ini sesekali memamerkan scat-singing yang mumpuni.


In vocal jazz, scat singing is vocal improvisation with wordless vocables, nonsense syllables or without words at all. Scat singing is a difficult technique that requires singers with the ability to sing improvised melodies and rhythms using the voice as an instrument rather than a speaking medium. – Wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Scat_singing

Suasana menjadi riang ketika Sierra berinteraksi dengan penonton melalui tutorial scat-singing. Dari yang awalnya mudah dinyanyikan ulang oleh penonton sampai akhirnya penonton harus "jatuh-bangun" mengulangi contoh dari Sierra dan terpaksa "menyerah"..  


Sierra Soetedjo
“Malam ini, saya mengundang seorang yang special. Sosok yang juga merupakan guru saya. Saya undang.. Oom Idang Rasjidi!”

Dari arah bangku penonton, berdirilah Idang Rasjidi. Dibantu tongkat berjalannya, perlahan ia menuju panggung dan duduk di belakang keyboard. Sosok yang tadi tersenyum ramah padaku! Salut sekali dengan Oom Idang, yang meskipun kini penampilannya telah banyak berubah karena sakit, tapi tetap semangat berkarya.. Begitu duduk di belakang keyboard, nada-nada indah dalam komposisi yang rumit pun meluncur cepat dari jemarinya.. Hebat! 

Sierra dan Idang Rasjidi menyajikan duet yang sungguh memukau. Terutama saat keduanya “duel” scat-singing. Keduanya terlihat seolah sedang bercakap-cakap dengan saling bertukar scat-singing. Seru sekali! 

Sierra Soetedjo & Idang Rasjidi duel "scat-singing"

“Sungguh malam ini sangat indah dan spesial buat saya. Apalagi karena malam ini Papa saya juga berulangtahun."
 

And have I told you lately that I love you..
Have I told you there's no one else above you..
You fill my heart with gladness..
take away my sadness..
ease my troubles that's what you do..


Lagu “Have I Told You Lately" dipersembahkan secara khusus oleh Sierra sebagai kado untuk Ayahanda tercinta. Membuat suasana menjadi hangat dan romantis..

***

Hal yang juga menarik dari Jazz Gunung, adalah kehadiran Trio MC Butet Kartaredjasa-Alit-Gundhi. Mereka sukses menghidupkan acara dengan guyonan segar dan kuis-kuis yang membuat Jamaah 'Al Jazziyah' (demikian sebutan mereka untuk penonton Jazz Gunung) tetap bersemangat sementara menunggu transisi penampil.

Trio MC super ngocol, ever!  Gundhi - Butet - Alit

Pada kesempatan malam itu, Sigit Pramono memberikan sambutannya. Ia memaparkan panggung Jazz Gunung merupakan sinergi antara instalasi karya seni dengan keindahan alam. Saat memasuki Panggung Terbuka Java Banana, penonton disambut dengan "Patung Orang Jawa Main Jazz" karya pematung Dolorosa Sinaga. Patung dengan wujud seorang laki-laki mengenakan ikat kepala khas suku Tengger yang sedang meniup saksofon; icon Jazz Gunung. Lokasi Panggung Terbuka Java Banana dikelilingi tiga gunung dan dirangkai dengan instalasi seni karya Yani Maryani Sastranegara dan Novi selaku arsitek panggung.

Sigit Pramono - Butet - Alit- Gundhi


Pernah ada wacana untuk menambahkan atap di lokasi panggung, sebagai antisipasi hujan. Namun akhirnya diputuskan untuk tetap dipertahankan alami, yang justru kemudian menjadi pembeda Jazz Gunung dengan festival jazz lainnya yakni kesinergiannya dengan alam. Menutup sambutannya Sigit mengatakan bahwa seperti musik jazz yang kaya dengan improvisasi, maka hujan malam ini merupakan elemen improvisasi jazz oleh alam.  

***

Terlihat Balawan mengalami kendala teknis saat mempersiapkan penampilannya. Trio MC pun sempat menggoda Balawan karena persiapannya yang memakan waktu. Spontan Balawan pun mengajak penonton bernyanyi a cappella sementara menunggu teknisi melakukan pemeriksaan. Setelah beberapa saat, kendala teknis berhasil diatasi. Balawan pun siap tampil bersama Batuan Ethnic Fusion. 
 
“Kalau di event musik lain, penonton dilarang ini itu. Jika penampilan saya baik, upload ke youtube dan beri jempol yang banyak. Kalau jelek jangan diupload yaa..” seloroh Balawan yang kemudian menyihir penonton dengan permainan gitarnya.   

Balawan & Batuan Ethnic Fusion

Beberapa lagu instrumentalia disajikan Balawan sebelum ia mengundang bintang tamu spesial untuk bergabung ke panggung. Ni Gusti Ayu Kamaratih, istrinya. Nuansa musik etnik Bali yang kental mewarnai duet mereka. 

Ni Gusti Ayu Kamaratih - Balawan

Tak cukup sampai disitu, ternyata Balawan masih menyimpan kejutan lain untuk penonton. 
“Berikutnya saya memanggil teman saya yang berasal dari Amerika.. Steve Hogan..”

Steve Hogan - Balawan

Sebagai penonton aku sempat terkecoh melihat Steve yang muncul dengan menggenggam mike. Kukira dia akan menyanyi. Sampai akhirnya Steve memposisikan mike sedemikian rupa dan mulai bersuara. Steve adalah seorang beatboxing!


Beatboxing (also beatbox, beat box or b-box) is a form of vocal percussion primarily involving the art of producing drum beats, rhythm, and musical sounds using one's mouth, lips, tongue, and voice. It may also involve singing, vocal imitation of turntablism, and the simulation of horns, strings, and other musical instruments. – Wikipedia  http://en.wikipedia.org/wiki/Beatboxing


Balawan "menantang" Steve dengan petikan nada-nada gitar yang rumit. Membuat penonton penasaran apakah Steve dapat menjawab tantangan Balawan. Steve berhasil mengatasi tantangan Balawan dengan baik hanya dengan berbekal musik mulut saja. Sangat menarik sekali menonton duel “magic fingers” vs musik mulut! Penampilan yang sungguh-sungguh unik!

“Saya tidak pakai gitar leher ganda lagi. Karena kata teman saya, yang seperti itu namanya akrobatik.. Saya ingin diakui sebagai gitaris..” 
Demikian Balawan berkata, sebelum memainkan lagu yang sekaligus menutup penampilannya malam itu, yang sontak mengundang gelak tawa penonton..
 
***
Menunggu persiapan penampil berikutnya, Trio MC mengadakan kuis-kuis. Seorang anak berani tampil ke panggung dan bisa menjawab kuis dengan benar. Dari interview Trio MC, Dennis datang bersama keluarganya dari Ciledug, Jakarta dalam rangka libur sekolah. Tahun 2013 ini ia akan duduk di bangku kelas 6 SD. Selain menghadiahkan tiket Jazz Gunung 2014, Trio MC pun menobatkan Dennis sebagai penonton Jazz Gunung termuda sepanjang penyelenggaraannya yang sudah memasuki tahun kelima.


Gundhi - Dennis - Alit

Malam semakin larut, namun suasana terasa kian hangat dengan lagu-lagu bertema nasionalisme yang dibawakan oleh Bandanaira Duo. Adalah Lea Simanjuntak (vokal) dan Irsa Destiwi (keyboard), duo yang mengusung lagu-lagu nasionalisme dan tradisional Indonesia dalam balutan aransemen jazz.

Bandanaira Duo: Lea Simanjuntak - Irsa Destiwi


Penampilan Bandanaira Duo dibuka dengan lagu "Tanah Air" (karya Ibu Soed). Bandanaira pun mengajak penonton berkeliling Indonesia melalui lagu "Burung Tantina" (lagu tradisional Maluku), "Lir Ilir" (lagu tradisional Jawa Tengah), dan "Cik Cik Periuk" (lagu tradisional Kalimantan Barat).       

Tuhan masih sayang..
Tuhan masih jaga..
Dari Sabang sampai Merauke..
 Aku Indonesia..
“Aku Indonesia” - Bandanaira Duo
Demikian bagian lagu berjudul “Aku Indonesia” karya Bandanaira Duo yang perdana dibawakan di Jazz Gunung 2013. Sungguh menggugah semangat nasionalis sekaligus memberikan optimisme bagi para penonton..

***

Yovie Widianto Fusion menjadi penampil puncak hari pertama Jazz Gunung 2013. Yang cukup mengejutkan, Yovie tidak membawa seorang vokalis pun! Menurutku ini tentu suatu langkah berani, mengingat lagu-lagu karya Yovie sudah dikenal penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang puitis..

“Lagu berikut, saya tulis untuk seorang legenda musik Indonesia. Saya minta penonton bantu saya untuk lagu ini..” Yovie berkata setelah menyajikan beberapa lagu instrumentalia.

Baru melantunkan beberapa nada, suara riuh tepuk tangan penonton membahana dan para penonton mulai menyanyi:
            Walau keujung dunia.. pasti akan kunanti..
Meski ke tujuh samudra.. pasti ku kan menunggu..
Karena ku yakin, kau hanya untukku..
            "Untukku" - Chrisye    
***

Jazz Gunung 2013 memberikan pengalaman yang berbeda buatku. Sajian jazz yang segar di tengah merdunya gunung.. That's why, mark your calendar 20-21 Juni 2014.. Yuk, naik-naik ke Puncak Jazz!

Ikon Jazz Gunung: "Patung Orang Jawa Main Jazz" karya Dolorosa Sinaga